Memori Pestaka Candi Kimpul

(Ziarah Rupa, Kata dan Data)

Patung itu duduk bersila menghadap tembok perpustakaan. Dia berkepala gajah dan  bertubuh manusia. Dalam mitologi hindu dia dikenal sebagai Ganesha. Dewa yang melambangkan ilmu pengetahuan, kebijaksanaan dan pembebasan dari kesulitan. Sosok arca yang penuh misteri, dia diam tapi seolah mengatakan bahwa ada hal penting yang ingin aku sampaikan dan harus kau ketahui. Ganesha menjadi semacam pestaka dalam rupa patung yang menyimpan berbagai pengetahuan. Pemegang kunci sebuah sistem rekaman pengetahuan yang kaya dari pustaka candi. 

Tanggal 11 Februari 2014 Perpustakaan UII (Universitas Islam Indonesia) Yogyakarta. Menggelar perhelatan budaya bertajuk  Menggali Pustaka Candi. Ada perasaan unik terbesit ketika melihat candi didampingi oleh bangunan megah perpustakaan dengan arsitektur modern. Ada candi hindu di kampus islam. Dua kebudayaan yang berlainan tapi berdampingan, antara seni bangun arkais dengan seni bangun modern. 


Mugiyono Kasido dan anaknya, Marvel, menari dalam Menggali Pustaka Candi | Foto: Dok. Kalanari

Di sini aku berjumpa Mbah Prapto, beliau adalah sosok seniman dan budayawan militan. Aku sempat berbincang dengan beliau, menanyakan asal mula ditemukanya candi ini. Beliau mengatakan bahwa candi ini ditemukan secara tidak sengaja. Pada waktu kampus sedang menjalankan proyek pembangunan perpustakaan Desember 2009. Ketika sedang menggali  pondasi tak sengaja alat penggali mengenai kontruksi batu bagian atas candi. Mbah prapto mengungkapkan dahulu candi ini terkubur sekitar lima meter dari permukaan tanah akibat terkena dampak letusan merapi. Penemuan candi ini sempat menjadi kendala bagi pembangunan  perpustakaan. Banyak anggapan bahwa masih adanya reruntuhan kontruksi candi disekitaran tempat ditemukanya candi utama. Sehingga wilayah seratus meter dari candi harus dikosongkan. Hal ini memicu polemik yang berakibat berhentinya pembangunan perpustakaan sementara. Lalu selang beberapa waktu dilakukannya musyawarah maka pembangunan perpustakaan boleh dilanjutkan dengan menggubah tata bangun perpustakaan. Dan kini setelah pembangunan selesai, terlihat perpustakaan dan candi saling berdampingan, memberikan nuansa keindahan yang  berbeda. Nuansa ini memberi pengaruh penafsiran pustaka yang beragam antara dua kebudayaan yang berbeda masa. 

Dilantai bawah perpustakaan terdapat musium mini yang memamerkan artefak dan informasi sejarah tentang awal diketemukanya candi. Disitu juga diputarkan film dokumenter  beserta ilustrasi cerita candi kimpulan. Pada awal penggalian candi ditemukan arca ganesha pada candi induk. Sedang bersila menghadap ke barat. Yang berarti, sekarang menghadap tubuh tengah perpustakaan UII. Arca ganesha terbuat dari jenis batu yang berbeda, batu yang digunakan adalah batu cadas putih. Entah apa yang melatarbelakangi pemilihan batu untuk membuat arca ini. Saat ini, perpustakaan dan candi menjadi satu bagian keindahan arsitektur  bangunan. Antara pustaka modern yang menyimpan beragam konteks keilmuan dalam deretan rak buku dengan pustaka masa lalu yang hanya meninggalkan rupa konstruksi yaitu candi. Kedua  pustaka buku dan candi ini sama-sama menyimpan keilmuan. Ketika candi dikaji dari wilayah rupa, kata dan data maka akan terkuak tafsiran peradaban yang melatari peradaban kita sekarang ini. 

Sarasehan budaya kali ini bertemakan “Peranan Perpustakaan Sebagai Sumber Penciptaan Ilmu dan Kreatifitas Seni.” Pembicara pertama oleh Kris Budiman dari Universitas Gajah Mada. Kedua oleh Elisabeth D. Inandiank. Dan terakhir oleh Jen Shyu dari amerika. Ketiga pemateri mengkaji tema dari sudut pandangnya sendiri-sendiri. Dari keseluruhan materi dapat dimafhumi bahwasanya semua ilmu pengetahuan itu memiliki hulu dan hilir. Berawal dari  peradaban masa lalu kemudian berkembang hingga membentuk peradaban seperti sekarang. Elisabeth D. Inandiank mengatakan bahwa perpustakaan pertama ialah akal budi dan daya ingat. Itu di dapat dari indra kita terutama telinga dan mata. Lalu rekaman dari kedua indra itu disalurkan kepada tangan sehingga menghasilkan seni rupa dan suara. Seperti lukisan, bangunan, kriya, tulisan, lagu suara, bunyi dan macam-macam. Semua karya itu terbentuk dari pengalaman sepiritual dan intelektualitas manusia. Fungsi utama dari perpustakaan adalah sebagai daya ingat. kemudian perpustakaan akan membawa kembali ke titik awal yaitu akal budi. 

Bahasa bisa digunakan untuk membaca jejak imajinasi penggunanya. Hal ini berarti  bahwa bahasa bisa menjadi sarana menemukan hal yang sangat esensial dari pustaka pengetahuan. Bahasa berkaitan dengan kreativitas metaforis yang membentuk sejarah ilmu. Baik itu ilmu sosial dan humaniora atau ilmu-ilmu lain. Tapi yang perlu di dingat harus berhati-hati ketika melakukan pembacaan ini, karena bisa saja akan memunculkan pergeseran paradigma yang sekaligus membawa konsekuensi pada perubahan metafora utamanya. Baik tentang masyarakat maupun kebudayaan (inovasi semantik). 

Pertanyaan yang paling mendasar pada sesi tanya jawab ialah mengapa manusia  berkarya? Entah itu berupa tulisan atau lagu musik. Kris Budiman memberikan alasan bahwa manusia menulis sebagai kebutuhan mengabadikan kehidupannya yang fana penuh ketakutan akan kematian, dan ketakutan itu akan terobati dengan menulis. Sedangkan bagi Elisabeth D. Inandiank menulis adalah panggilan hati, semakin lama semakin jelas karena ditugaskan oleh kekasih yang tersembunyi. Menulis untuk memberi makna dibalik kejadian yang sedih dan susah untuk mencarikan obatnya. Kedua pendapat ini berbeda dari yang diungkapkan oleh Jen Shu, karena dia merupakan seniman musik dan lagu. Jen Shu mengatakan misi dia berkarya adalah mencari koneksi suara dari zaman dahulu. Karena kalau mau menciptakan seni yang baru dan kuat harus menghormati seni yang dibangun bertahun-tahun lalu untuk memberi pembacaan dan pemikiran kepada orang lain. “Berkreativitas berarti kita harus do and made.” Itulah kata-kata dari Jen Shu yang memberikan tanda bahwa sarasehan akan selesai. Acara pun ditutup, dan tamu-tamu mulai keluar satu persatu. Menuju tempat pinggir candi mencari posisi untuk melihat  pementasan seni tari. 

Pementasan seni ini berlangsung apik. Memadukan kesenian tradisi jawa dengan kesenian modern barat. Sehingga tercipta nuansa yang sakral. Perpaduan antar dua kebudyaan memunculkan romantika perjalanan zaman. Mengingatkan kita tentang khasanah kebudayaan yang melahirkan peradaban kita sekarang. 

Dan akhirnya perhelatan tari telah rampung. Hujan sore hari yang menemani pentas tari mulai reda. Menyisakan tanah basah disekitaran candi. Riuh rendah suara mulai senyap. Meninggalkan kesan lega. Terlihat arca Ganesha masih tetap bersila mantap menghadap  perpustakaan. Tanah basah menjadi simbol kebahagiaan bahwa Ganesha masih menjaga pustaka lama bagi generasinya. Bertakzim, Tanpa lelah mendampingi pustaka ilmu bisu. 

Fajar Anhari 

Sumber: 
ACADEMIA, 12 Februari 2014

0 komentar