Pengantar Pertunjukan “Panji Amabar Pasir”

Panji Amabar Pasir di Omahkebon Guest House, 29-30 November 2013 | Foto: Pieter Andas
Panji Amabar Pasir hanya sebuah ruang singgah (sejenak) bagi perjalanan (yang kami rencanakan) panjang dalam menyusuri kelana cerita Panji. Sebelumnya, pada 2012, kami sempat pula singgah melalui Topeng Ruwat, sebuah ritus-pertunjukan yang mencoba mencari titik temu Panji dengan budaya ruwatan di Jawa, Bali dan Indramayu. Dan kini kami mencoba menemukan sebuah simpul dari rentangan benang-benang yang berpangkal pada sejarah penyebaran cerita Panji, narasi tentang transmigrasi dan arsitektur ruang Omahkebon – sebuah guest house yang belum rampung. Betapa ruwetnya rentangan benang-benang itu, dan kami hanya menggelutinya selama sebulan, sepanjang November.

Titik keberangkatan Panji Amabar Pasir adalah dunia kembara, kelana, jelajah, migrasi. Yang menarik bagi kami adalah pengembaraan tokoh Panji yang linier dengan penyebaran (baca: kelana) kebudayaan Panji di Nusantara dan Asia Tenggara. Tokoh dalam cerita dan ceritanya sendiri berkelana, dan simpulnya ada pada laut. Laut bukan batas, namun jalan. Ini hal yang menarik bagi Panji yang lahir dari rahim peradaban agraris, bukan maritim. Dengan kata lain, kelana Panji adalah suatu laku amabar pasir: membentangkan, menguraikan, membeberkan lautan sebagai bentangan jalan atau kisah atau peristiwa untuk menuju lapisan-lapisan dunia selanjutnya.

Penyebaran Panji adalah sebentuk gerakan budaya via migrasi lintas pulau dan negeri. Di negeri tujuan (baca: ranah tempat singgah), Panji meninggalkan semacam benih yang kemudian tumbuh dengan karakter yang beradaptasi dengan warna tanah tempat ia mencengkeramkan akar-akarnya. Dengan kata lain, Panji mengalami semacam diaspora. Ini sebagaimana kisah-kisah transmigrasi orang Jawa: suatu migrasi yang kebudayaan Jawa ke luar, lalu ber-“diaspora” di sana.

Sekali lagi, pertunjukan ini hanya ruang singgah sejenak. Sebenarnya ia semacam proses perjalanan, semacam migrasi, untuk menuju sesuatu (yang sayangnya belum kami rumuskan), dan kami memberanikan diri mengundang penonton untuk menyaksikan sambil sedikit merenungkan atau malah mengabaikannya.

Kata-kata
pañji
nama, gelar; digunakan di depan nama diri, sering dl bentuk (m)apañji. Berkali-kali terdapat dl kidung, diikuti atau tanpa diikuti oleh nama diri (sira Pañji, sira pañjy Amalatrasmi) utk menunjukkan putra mahkota Koripan. Rupanya apañji juga menunjukkan pejabat dl kraton yg lebih rendah dp paměgět. (P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuna-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011 [1995]: 757)

panji (Kw) bendera
panji gelar bangsawan, nama pangkat dalam ketentaraan, nama pangkat setingkat Wedana (S. Prawiroatmodjo, Bausastra Jawa-Indonesia, jilid II, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1995 [1981]: 61)

babar lompati; langgar; mabar melompati; melanggar (Caesarius Ruddyanto (ed.), Kamus Bali-Indonesia, Denpasar: Balai Bahasa Denpasar, 2005: 55)

babar cerai berai, berhamburan, hancur; ababar membeberkan (layar), membentangkan, menarik; amabar, ambabar, pamabar, pambabar (sva) 1. menghamburkan 2. membentangkan, menguraikan, mengembangkan; membuka lipatan, membuka 3. memancar, mengembang, terbuka; (m)ababaran berhamburan (P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuna-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011 [1995]: 92-93)

babar buka, muai, membiak, jadi banyak; kesudahan (cerita); kembali kepada rupa yg semula; m– melahirkan anak; membuka, memberi warna batikan (kain) (S. Prawiroatmodjo, Bausastra Jawa-Indonesia, jilid I, Jakarta: Haji Masagung, 1994 [1981]: 22)

badbad buka dr gulungan (tt tali, benang, dsb); madbad membuka gulungan (Caesarius Ruddyanto (ed.), Kamus Bali-Indonesia, Denpasar: Balai Bahasa Denpasar, 2005: 56)

babad sejarah, riwayat, tambo; buka, tebang; – alas membuka hutan, menebang hutan (S. Prawiroatmodjo, Bausastra Jawa-Indonesia, jilid I, Jakarta: Haji Masagung, 1994 [1981]: 22)

babad I tempat yang baru dibuka atau dibersihkan; ababad membersihkan (sebidang hutan); amabad, (ambabad), binabad membersihkan, memotong, memangkas, menebang, memenggal, menebas; binabadan (bp) membersihkan (tumbuh-tumbuhan); babadan tempat yang baru dibuka atau dibersihkan
babad II ambabad memulai (sebuah lakon) (P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuna-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011 [1995]: 92)

pasir laut(an); pantai, tepi laut, darat(an), tepi/pinggir sungai/kali; pasir-pasir danau, telaga; tepi/pinggir danau/telaga; telaga atau kolam buatan (di dekat kraton); amasir pergi ke pantai (laut); spt laut(an)
pasisi laut; pantai, pesisir, tepi laut, darat(an); amasisi pergi ke pantai (laut); sapasisi (= sapasisih ?) suami istri (P.J. Zoetmulder dan S.O. Robson, Kamus Jawa Kuna-Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011 [1995]: 788-789)

pasisir pantai laut, pesisir; tanah-tanah di luar daerah istimewa (Solo (dulu) dan Yogya); –an melakukan tugas di luar kota (S. Prawiroatmodjo, Bausastra Jawa-Indonesia, jilid II, Jakarta: Toko Gunung Agung, 1995 [1981]: 69)

  • Ibed Surgana Yuga


Post-post terkait: 
Related posts:
“Panji Amabar Pasir” di Omahkebon Guest House
"Panji Amabar Pasir": Sebuah Catatan dari Ruang Singgah

0 komentar